Inter Tour 2012 – [Intro] – Tak Sabar Bertemu Zannetti dkk….

Ho ho ho… tiba2 aja jadi pengen nge-blog lagi setelah hampir empat tahun ga nulis di blog… Kali ini tiba2 aja pengen nulis pengalaman saat trip beberapa waktu terakhir… Bingung mau nulis apa, eee malah inget pengalaman tahun lalu ketika tiba2 aja denger kabar klo klub kesayangan sejak dari lahir – Internazonale Milan – bakal hadir ke Indonesia…

Pertama kali denger kabar klo Inter mau ke Indonesia sekitar bulan Januari 2012… Wuihh mulai saat itu langsung deh semua energi dan pikiran tercurahkan untuk bisa bertemu Zannetti dkk secara langsung, ga hanya lewat layar kaca. Maklum sebenarnya aku dah nabung dari jauh2 hari, siapa tau nanti klo tabungannya cukup bisa terbang ke Milan untuk melihat mereka bermain di Giuseppe Meazza… (entah kapan sih bisa terwujudnya hehe….)… Apalagi istriku tercinta yang baik hati dan tidak sombong ;p bener2 mendukung niat itu… Someday lah pokoknya amin amin amin….

Nah mumpung sekarang mereka yang duluan datang ke Indonesia, pasti dong kesempatan ini ga aku sia2 kan… Mereka akan bertanding dua kali versus Timnas Indonesia yaitu pada tanggal 24 dan 26 Mei 2012 di stadion GBK. Pokoknya apapun yang terjadi harus kesana hehe…

Well, karena sang istri udah kasih lampu hijau, semua rencana dan persiapan mulai aku susun. Untuk perjalanan kali ini istri dan anak ku tercinta turut serta, yah selain supaya aku ada teman menghabiskan waktu disana, ternyata istriku punya agenda untuk ketemuan dengan sahabat2 lamanya disana (huu ternyata ada udang dibalik bakwan… ). Yah aku maklumi aja deh karena sejak pindah dari Jakarta ke Salatiga tahun 2002-an, istriku jarang sekali bertemu dengan sahabat2 lamanya… Dah kangen tuh pastinya…

Persiapan pertama adalah urusan dengan kantor. Maklum karena pertandingannya di hari kerja, aku harus ijin ke atasan supaya bisa libur pas tanggal itu. Jadi meskipun masih lebih dari tiga bulan berangkatnya, aku dah bikin surat ijin cuti ke atasan. Ketauan niat banget hehe… Semoga aja pas tanggal2 itu ga ada agenda mendadak di kantor yang bisa menghalangi hajatan besar ini… Harap2 cemas juga nih hehe…

Persiapan kedua masalah akomodasi dan transportasi. Mumpung masih lama, segera deh buka2 internet untuk cari tiket pesawat… Alhamdulillah mungkin karena waktunya masih lama, dapat tiket AirAsia lumayan murah, total 1,5 juta untuk PP Semarang – Jakarta untuk tiga orang, berangkat tanggal 24 pulang tanggal 27 Mei 2012.

Kelar dapat tiket pesawat, giliran hunting hotel buat akomodasi selama empat hari di Jakarta. Untuk cari hotel yang pas agak susah juga nih. Klo seandainya aku berangkat sendiri sih jauh lebih simpel, asal dapat penginapan harga murah selesai masalah. Cuman kan kali ini bawa istri dan anak juga, ga mungkin dong klo booking hotel yang ga nyaman, kasihan mereka… Akhirnya setelah mereview beberapa hotel, pilihan jatuh ke Aston Marina dan Harris Suites fX Sudirman. Dua hari pertama sengaja milih Aston Marina, supaya nanti bisa sekalian ajakin Naela main ke Ancol untuk pertama kalinya… Setelah itu baru pindah ke Harris Suites fX Sudirman – letaknya persis di seberang jalan Pintu Satu Senayan, jadi satu dengan Mall fX Sudirman – supaya gampang dan lebih dekat dengan berbagai kegiatan Inter Village di GBK…

Beres urusan booking hotel, giliran ngejar tiket pertandingan… Langsung aja deh kontak ke RajaKarcis.com buat pesen tiket… Pengennya sih nonton di area VIP, tapi liat harganya antara 3 jt s/d 5 jt, langsung mengkeret deh hehe… Dari diskusi ramai dengan istri, akhirnya sepakat nonton dari kelas 1 aja deh, harga tiket 500 ribu, masih lumayan terjangkau… Nih print out an  vouchernya…

voucher inter indonesia

Selesai sudah persiapan2 untuk ketemu tim asuhan Stammacioni di GBK di bulan Mei 2012. Tinggal nunggu aja hari H nya buat berangkat kesana…

Salatiga Peringkat 6 HIV/AIDS di Jateng

Kota Salatiga menempati peringkat 6 untuk kasus HIV/AIDS di seluruh kota dan kabupaten di Jawa Tengah. Salatiga hanya kalah dari Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Banyumas, Kota Solo dan Kabupaten Jepara. Hingga bulan November 2008 ditemukan 75 kasus HIV/AIDS di Kota Salatiga, dengan 51 penderita laki-laki dan 18 penderita perempuan.

Walaupun ini data lama, karena ini adalah berita dari harian Suara Merdeka satu tahun yang lalu, tapi jadi berpikir : kok masih juga ya virus ini berkembang dan semakin lama malah semakin tinggi pertumbuhannya??? Bukannya sudah disosialisasikan tentang virus ini, gimana cara penularannya dan juga gimana cara — paling tidak –meminimalisir resikonya??

Dalam berita itu ditulis kasus ini dikarenakan di Salatiga terdapat sebuah tempat lokalisasi dan tempat tersebut menjadi lahan subur tumbuh kembangnya penyakit ini. Okelah tempat-tempat seperti itu memang jadi sarang penularan virus HIV. Tapi bukankah seandainya orang-orang yang hobi “berwisata” kesana menyadari potensi bahaya disana, dan beraktifitas secara aman (memakai pelindung), mungkin penyebarannya tidak akan sedahsyat sekarang. Apalagi menurut berita tersebut sudah dibuat aturan agar tamu harus memakai kondom, dan PSK disana harus juga menolak tamu yang enggan memakai kondom. So, dengan kenyataan tingginya penyebaran virus HIV disana, berarti banyak sekali orang yang nekad atau bahkan nggak peduli dengan bahaya yang ada.

Jadi kepikiran aja betapa banyak orang sekitar yang harus menanggung penderitaan dari “kekhilafan” atau “kenekadan” yang kadang kita lakukan. Istri, anak, atau orang-orang terdekat tanpa salah apa-apa tiba-tiba tertimpa musibah “mahaberat” akibat kesalahan orang lain.

Yach paling tidak hal ini bisa jadi koreksi dan evaluasi bagi diri kita sendiri untuk selalu kontrol terhadap apapun yang kita lakukan. Jangan sampai kesalahan yang kita lakukan berakibat buruk bagi orang-orang terdekat yang kita sayangi.

So, always say no to free sex and prostitute!!!

Makna Tertib Dokumen Kependudukan bagi Reformasi Pelayanan Publik, Penegakkan Hukum, Demokrasi dan Perwujudan Good Governance

Pada hakekatnya bahwa upaya Tertib Dokumen Kependudukan atau Tertib Administrasi Kependudukan, tidak sekedar pengawasan terhadap pengadaan blangko-blangko yang dipersyaratkan dalam penerbitan dokumen, tapi hendaknya harus tersistem, konkrit dan pragmatis.

Artinya mudah difahami oleh penduduk dan diyakini bermakna secara hukum berfungsi melindungi, mengakui/mengesahkan status kependudukan atau peristiwa vital (vital event) yang dialami penduduk, sehingga dibutuhkan oleh penduduk karena dapat memudahkan atau melancarkan urusannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain dokumen kependudukan memiliki insentif/benefit bagi si pemegang dokumen atau penduduk

Upaya tersebut, merupakan tugas negara atau pemerintah sebagai pelayan publik, dan menjadi urusan wajib. Untuk itu, faktor-faktor strategis yang harus ditata dan disiapkan agar tugas tersebut berfungsi dan efektif, adalah :

1. Aspek Landasan Hukum
Penataan dan penyiapan dukungan peraturan perundang-undangan dalam pelayanan dokumen kependudukan yang sarat bernilai hukum, adalah sangat fundamental, karena terkait dengan existensi negara (NKRI) sebagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi UUD 1945. Di samping juga hendaknya dapat menjamin perlindungan serta rasa nyaman bagi penduduk untuk mendapatkan kepastian hukum berdomisili di wilayah NKRI dalam mengakses hak-haknya baik sebagai warga negara maupun sebagai penduduk Indonesia. Peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan, haruslah tidak diskriminatif, jelas (tidak multi interpretatif), tidak saling bertentangan (hendaknya sinergis) dengan peraturan perundang-undangan lain dalam pelayanan publik, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen pengendalian penduduk, serta dapat berfungsi mendorong terwujudnya pelayanan administrasi kependudukan yang “modern” dengan Good Governance dan Clean Government.

2. Aspek Kelembagaan dan SDM
Penataan dan penyiapan dukungan kelembagaan dan SDM, memiliki makna strategis di dalam mengimplementasikan amanat peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada butir 1. di atas, yaitu sebagai salah satu “infrastruktur” dan “operator” dalam mengejawantah-kan maksud dan tujuan, serta pesan-pesan dari peraturan perundang-undangan maupun nilai-nilai dasar yang terkandung dalam UUD 1945 (mengenai Hak-hak Warga Negara/Penduduk).
Kelembagaan yang ada atau yang dibutuhkan, mulai dari tingkat pemerintah pusat sampai ke tingkat pemerintah daerah haruslah memiliki nomenklatur dan ukuran organisasi dengan struktur yang fokus dan konsisten dengan misi negara/ pemerintah sejalan dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada butir 1. di atas, agar efektif untuk mengemban tugas, fungsi dan kewenangan penyelenggaraan Administrasi Kependudukan
Begitu pula dengan SDM penyelenggara/pelayan administrasi kependudukan, hendaknya pembinaannya diarahkan untuk menguasai wawasan dan makna tertib administrasi kependudukan, baik pada level kebijakan maupun pada level (praktis) teknis pelayanan, jujur, amanah, serta mampu berkomunikasi efektif dengan masyarakat.

3. Aspek Penerapan Teknologi dan Sistem Pelayanan
Penerapan teknologi hendaknya memenuhi prinsip-prinsip tepat guna (“appropriate”) mendukung sistem pelayanan administrasi kependudukan, bertahan relatif lama (“long life” tidak mudah “face out”), efisien (tidak “over investment” atau “under investment”), aman (“secure”) mudah dioperasionalkan (“user friendly”) dan murah pemeliharaannya, serta dapat diakses di seluruh wilayah tanah air dengan support yang selalu tersedia dan relatif cepat.
Dalam mendukung pelayanan administrasi kependudukan, penerapan teknologi sangat penting untuk menjawab keamanan (“security”) dan kecepatan dalam proses perekaman, pengiriman/ komunikasi data, penyimpanan serta pendayagunaan data individu penduduk. Dengan prinsip-prinsip tersebut, Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dirancang, dibangun dan dikembangkan untuk mampu menyelenggarakan penerbitan NIK Nasional sebagai nomor identitas tunggal – “unique” yang ditampilkan pada setiap dokumen kependudukan, dan sebagai kunci akses untuk verifikasi data diri maupun identifikasi jati diri seseorang yang sangat berguna di dalam mewujudkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik.
Sejalan dengan itu, aspek material untuk penerbitan dokumen kependudukan, yaitu blangko KTP, Kartu Keluarga, Buku Register/Akta dan Kutipan Akta-akta Catatan Sipil juga harus terjamin kualitas keamanannya dalam mendukung nilai serta keaslian dokumen, yaitu dengan menerapkan security feature – teknologi yang tepat guna.
Hal yang penting dicatat, adalah issue keamanan (“security”) dalam hal ini bermakna ganda, yaitu bagi penduduk/pemegang dokumen dapat memberikan rasa aman – nyaman – kepastian hukum (perlindungan dan pengakuan negara/pemerintah) atas data-informasi status kependuduk-an atau peristiwa vital yang tertera dalam dokumen. Sedangkan bagi negara/pemerintah, dokumen kependudukan yang terjamin keasliannya dan valid data informasi di dalamnya dapat berfungsi mengendalikan penduduk untuk kepentingan nasional, serta bagi penyelenggara pelayanan publik dapat membantu mendukung terwujudnya pelayanan yang efisien dan efektif.
Oleh karenanya, perpaduan penerapan teknologi untuk penerbitan NIK Nasional yang unique dan sidik jari/photo – face recognition (biometrik) pada SIAK, dengan penerapan teknologi pada blangko security, menjadi patut diperhatikan efektifitas – efisiensinya, yaitu untuk meng-identifikasi keabsahan dan keaslian kepemilikan dokumen penduduk.
Kejadian di masyarakat, bisa saja dokumen kependudukan yang ditemukan menggunakan blangko ber-security sesuai spesifikasi dari pemerintah (asli), namun data informasi yang tertera di dalamnya serta keabsahan penandatangan dokumen ternyata palsu (tidak valid) karena NIK yang tertera tidak valid. Atau sebaliknya bisa terjadi. Sehingga kondisi tidak tertibnya kepemilikan dokumen kependudukan, dapat membuka peluang kejahatan di masyarakat, bahkan dapat membahayakan bagi keamanan nasional (seperti ancaman teroris, money laundry, dst).

4. Aspek Registrasi
Registrasi merupakan kegiatan awal dan kunci di dalam mewujudkan tertib dokumen kependudukan. Untuk itu mekanisme, prosedur, dan persyaratan yang dirancang dan diterapkan dalam pelayanan dokumen kependudukan haruslah jelas, tidak berbelit-belit agar mudah difahami penduduk (sebagai pemohon) maupun operator (registrar) sebagai penyedia layanan, serta dapat dijamin penegakkannya (dipatuhi dan tertib).

5. Aspek Demografis atau Kesadaran Masyarakat
Kondisi demografi Indonesia, menginformasikan kepada kita tentang sebaran penduduk dan kesadaran/wawasan pemahaman masyarakat yang sedemikian rupa kualitasnya terhadap makna dokumen kependudukan, sehingga derajat ketertiban dalam kepemilikan dokumen relatif masih kurang.
Untuk menuju tertib dokumen kependudukan secara nasional, sangatlah diperlukan komitmen politik dari semua komponen bangsa, terutama penyelenggara negara untuk bagaimana membuat kebijakan, strategi dan program-program kegiatan penciptaan “insentif/benefit” bagi masyarakat dan “Sosialisasi” pentingnya tertib administrasi kependudukan sebagai Gerakan Nasional.

6. Aspek Pengelolaan Data Penduduk atau Pembangunan Bank Data Kependudukan
Untuk mempercepat proses penerapan NIK Nasional kepada seluruh penduduk Indonesia, peranan Bank Data Kependudukan sangatlah penting. Dalam kaitan itu, strategi yang diterapkan adalah mendayagunakan data penduduk (data individu) hasil P4B saat Pemilu Legislatif dan Pilpres tahun 2004 sebagai data dasar (baseline data) untuk dimutakhirkan secara berkelanjutan dengan pelayanan harian pendaftaran penduduk (pindah alamat, pencatatan biodata, perubahan status kependudukan, permohonan KTP dan Kartu Keluarga, dst) serta dengan pelayanan catatan sipil (kelahiran, perkawinan, kematian, dst).
Kebijakan nasional untuk menyelenggarakan Pilkada Langsung mulai tahun 2005, juga dijadikan momentum awal penerapan NIK Nasional yang dicantumkan di dalam Daftar Pemilih dan Kartu Pemilih (diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005). Jumlah penduduk potensial pemilih pada Pilkada Langsung 2005 di 279 kab/kota yang dimutakhirkan oleh Dinas/Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil, sekitar 77 Juta pemilih. Diharapkan sampai dengan tahun 2008 cakupannya akan mencapai seluruh penduduk Indonesia (440 kab/kota di 33 provinsi), dan sekaligus dapat mendukung penyelenggaraan Pemilu 2009.

KESIMPULAN

1. Penegakkan tertib dokumen kependudukan, tidak hanya bisa didekati dan diawali hanya dengan pengawasan blangko-blangko ber-security, karena pemalsuan di masyarakat lebih banyak pada data informasi yang tertera di dalam dokumen. Ingat tujuan utama pengamanan atau pemberian security bukan pengamanan blangko, melainkan pengamanan atas keaslian dan keabsahan dokumen agar mampu melindungi penduduk dalam menjamin kepastian hukum dan fasilitasi kepada penduduk untuk mengakses hak-haknya, serta menyediakan insentif/benefit yang nyata bagi penduduk.

2. Peranan penggunaan NIK Nasional dan Bank Data Kependudukan tidak dapat diremehkan dalam peneggakan tertib dokumen atau administrasi kependudukan. Sehingga penerapan dan kelangsungan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), baik online maupun offline harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari penyelenggara negara.

3. Penataan landasan hukum untuk tertib penyelenggaraan pelayanan maupun kepemilikan dokumen kependudukan, dalam bentuk penerbitan Undang-undang Administrasi Kependudukan serta harmonisasi berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan, hendaknya segera diwujudkan dan tidak ditunda-tunda dengan berbagai pertimbangan politik yang tidak logik, karena Undang-undang Administrasi Kependudukan dan Perlindungan Data Individu Penduduk sebagai dasar (platform) untuk berbagai penegakkan reformasi di segala bidang layaknya di negara-negara maju/modern.

Implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK)

Implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) pada hakekatnya bahwa upaya Tertib Dokumen Kependudukan atau Tertib Administrasi Kependudukan, tidak sekedar pengawasan terhadap pengadaan blangko-blangko yang dipersyaratkan dalam penerbitan dokumen, tapi hendaknya harus tersistem, konkrit dan pragmatis. Artinya mudah difahami oleh penduduk dan diyakini bermakna secara hukum berfungsi melindungi, mengakui/mengesahkan status kependudukan atau peristiwa vital (vital event) yang dialami penduduk, sehingga dibutuhkan oleh penduduk karena dapat memudahkan atau melancarkan urusannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain dokumen kependudukan memiliki insentif/benefit bagi si pemegang dokumen atau penduduk. Upaya tersebut, merupakan tugas negara atau pemerintah sebagai pelayan publik, dan menjadi urusan wajib. Untuk itu, faktor-faktor strategis yang harus ditata dan disiapkan agar tugas tersebut berfungsi dan efektif, adalah :
1. Aspek Landasan Hukum.
2. Aspek Kelembagaan dan SDM
3. Aspek Penerapan Teknologi dan Sistem Pelayanan
4. Aspek Demografis atau Kesadaran Masyarakat
5. Aspek Pengelolaan Data Penduduk atau Pembangunan Bank Data Kependudukan

Mudahkah Implementasi TIK dalam Pemerintahan??…

Ehm… setelah beberapa waktu Kota Salatiga melayani penerbitan dokumen kependudukan melalui metode konvensional, akhirnya pelayanan administrasi kependudukan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Hal ini terjadi setelah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Salatiga men-soft launching dioperasionalkannya Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Sistem ini sendiri adalah sistem aplikasi web-based dengan pusat data berada di Dinas sedangkan komputer client sebagai sarana pelayanan kepada masyarakat berada di Kecamatan.

Program yang mulai diuji cobakan tanggal 22 September 2008 ini langsung memicu munculnya efek yang cukup besar. Maklum, karena ada perubahan sistem dari manual ke berbasis TI, ada perubahan mendasar dari sisi paradigma pelayanan adminduk. Mau tak mau Dinas beserta turunannya ke bawah maupun instansi-instansi yang terkait harus menyesuaikan diri. Tidak hanya dari sisi pemahaman teknologi, namun yang lebih penting harus ada komitmen yang tegas dan regulasi yang mendasari perubahan ini. Sisi teknis/sarana prasarana mungkin dengan mudah dianggarkan, disiapkan dan diaplikasikan. Tapi bagaimana dengan sisi non-teknis berkaitan dengan komitmen?? Wah ternyata cukup susah juga menancapkan ideologi/paradigma baru bagi para pelayan masyarakat (PNS) kita. Kebiasaan kerja —maaf— “seadanya, asal jadi, dan yang penting jadi” yang sudah terlanjur terbentuk menjadi budaya di kalangan birokrasi, mutlak harus dirubah dengan budaya kerja baru yang benar-benar prima dalam pelayanan, bukan hanya jargon. Standart Operational Procedur baru sudah disusun, namun bagaimana penerapannya? Sudahkah para abdi masyarakat kita mampu mengimplementasikan SOP tersebut menjadi standar kerja mereka?? Hmmm…. tampaknya butuh waktu cukup untuk bersama-sama merenungkannya..

Teknologi Informasi, mungkin hanya sebagai media atau sarana untuk mempermudah segala urusan. Tapi di dunia pemerintahan ternyata membawa implikasi yang cukup besar. Dengan penerapan TIK, tentu saja yang muncul adalah era keterbukaan. Siapkah para birokrat menerima keterbukaan ini??

Apapun itu, kita harus mengapresiasi langkah yang dilakukan Dinas Dukcapil Salatiga untuk mengimplementasikan TIK dalam pelayanannya kepada masyarakat di bidang administrasi kependudukan. Terlepas dari apakah program tersebut sudah dilaksanakan dengan baik (mungkin akan kita bahas di posting yang lain) namun ide untuk itu harus kita sepakati adalah ide yang sangat baik. So, semoga aja program ini dapat berjalan dengan baik dan mampu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat….

Sejarah Kota Salatiga

Ada beberapa sumber yang dijadikan dasar untuk mengungkap asal-usul Salatiga, yaitu yang berasal dari cerita rakyat, prasasti maupun penelitian dan kajian yang cukup detail. Dari beberapa sumber tersebut Prasasti Plumpungan-lah yang dijadikan dasar asal-usul Kota Salatiga. Berdasarkan prasasti ini Hari Jadi Kota Salatiga dibakukan, yakni tanggal 24 Juli 750 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II Kota Salatiga Nomor 15 Tahun 1995 tentang Hari Jadi Kota Salatiga.

Prasasti Plumpungan
Prasasti Plumpungan, cikal bakal lahirnya Salatiga, tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170cm, lebar 10cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut Prasasti Plumpungan.

Berdasar prasasti di Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, maka Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi, pada waktu itu Salatiga merupakan perdikan.

Perdikan artinya suatu daerah dalam wilayah kerajaan tertentu. Daerah ini dibebaskan dari segala kewajiban pajak atau upeti karena daerah tersebut memiliki kekhususan tertentu, daerah tersebut harus digunakan sesuai dengan kekhususan yang dimiliki. Wilayah perdikan diberikan oleh Raja Bhanu meliputi Salatiga dan sekitarnya.

Menurut sejarahnya, di dalam Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum, yaitu suatu ketetapan status tanah perdikan atau swantantra bagi Desa Hampra. Pada zamannya, penetapan ketentuan Prasasti Plumpungan ini merupakan peristiwa yang sangat penting, khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra. Penetapan prasasti merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah perdikan atau swantantra. Desa Hampra tempat prasasti itu berada, kini masuk wilayah administrasi Kota Salatiga. Dengan demikian daerah Hampra yang diberi status sebagai daerah perdikan yang bebas pajak pada zaman pembuatan prasasti itu adalah daerah Salatiga sekarang ini.

Konon, para pakar telah memastikan bahwa penulisan Prasasti Plumpungan dilakukan oleh seorang citralekha (penulis) disertai para pendeta (resi). Raja Bhanu yang disebut-sebut dalam prasasti tersebut adalah seorang raja besar pada zamannya yang banyak memperhatikan nasib rakyatnya.

Isi Prasasti Plumpungan ditulis dalam Bahasa Jawa Kuno dan Bahasa Sansekerta. Tulisannya ditatah dalam petak persegi empat bergaris ganda yang menjorok ke dalam dan keluar pada setiap sudutnya.

Dengan demikian, pemberian tanah perdikan merupakan peristiwa yang sangat istimewa dan langka, karena hanya diberikan kepada desa-desa yang benar-benar berjasa kepada raja. Untuk mengabadikan peristiwa itu maka raja menulis dalam Prasasti Plumpungan Srir Astu Swasti Prajabhyah, yang artinya: “Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian”. Ditulis pada hari Jumat, tanggal 24 Juli tahun 750 Masehi.

Zaman kolonial
Salatiga pada masa kolonial tercatat sebagai tempat ditandatanganinya perjanjian antara Pangeran Sambernyawa atau Raden Mas Said (kelak menjadi KGPAA Mangkunegara I) di satu pihak dan Kasunanan Surakarta dan VOC di pihak lain. Perjanjian ini menjadi dasar hukum berdirinya Kadipaten Mangkunegaran.

Pada zaman penjajahan Belanda telah cukup jelas batas dan status Kota Salatiga, berdasarkan Staatsblad 1917 No. 266 Mulai 1 Juli 1917 didirikan Stadsgemeente Salatiga yang daerahnya terdiri dari 8 desa.

Karena dukungan faktor geografis, udara sejuk dan letak yang sangat strategis, maka Salatiga cukup dikenal keindahannya di masa penjajahan Belanda, bahkan sempat memperoleh julukan “Kota Salatiga yang Terindah di Jawa Tengah”.

Zaman kemerdekaan
Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga adalah bekas stadsgemeente yang dibentuk berdasarkan Staatsblad 1929 No. 393 yang kemudian dicabut dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kecil Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Salatiga, Selayang Pandang ….

Kota Salatiga, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini berbatasan sepenuhnya dengan Kabupaten Semarang. Salatiga terletak 49 km sebelah selatan Kota Semarang atau 52 km sebelah utara Kota Surakarta, dan berada di jalan negara yang menghubungan Semarang-Surakarta. Salatiga terdiri atas 4 kecamatan, yakni Argomulyo, Tingkir, Sidomukti, dan Sidorejo. Berada di lereng timur Gunung Merbabu, membuat kota ini berudara cukup sejuk.

Di kota ini terdapat Universitas Kristen Satya Wacana, salah satu universitas swasta ternama di Indonesia, yang pernah terkenal di tahun 80-an karena kekritisan para mahasiswa dan dosennya terhadap Pemerintah Orde Baru. Sekolah-sekolah menengah di Salatiga melalui Internet dihubungkan dalam Jaringan Pendidikan Salatiga. Adapun sekolah-sekolah menengah di Salatiga antara lain : SMA Negeri 1 Salatiga, SMA Negeri 2 Salatiga, SMA Negeri 3 Salatiga dan beberapa SMA swasta. Ada pula SMK Negeri 1 Salatiga, SMK Negeri 2 Salatiga, SMK Negeri 3 Salatiga dan beberapa SMK swasta. Di Salatiga ada 10 SMP Negeri dan beberapa SMP swasta.